Human immunodeficiency virus (HIV) (Gambar 1), merupakan lentivirus atau tergolong dari subgrup retrovirus yang menyebabkan infeksi HIV sehingga seiring dalam jangka waktu yang panjang menghasilkan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). AIDS adalah kondisi dalam manusia dimana sistem imun mengalami gangguan sehingga menimbulkan penyakit oportunistik dan kanker. Tanpa treatment, beberapa infeksi HIV yang terjadi selama 9 sampai 11 tahun, tergantung tipe HIV yang menginfeksi. Dalam kebanyakan kasus, penularan infeksi HIV dapat melalui kontak transfer darah, sperma, dan cairan vagina, sedangkan kontak non seksual terjadi ketika pada ibu yang terinfeksi HIV yang menyusui anaknya. Ibu yang positif HIV dapat menularkan pada anaknya ketika dalam masa kandungan dan kelahiran karena bayi tercampur darahnya atau cairan vagina. HIV menginfeksi sel imun yang vital atau memiliki peran sangat penting yaitu sel T CD4+, infeksi HIV menghasilkan penurunan sel T CD4+ karena mengalami pyroptosis saat terkena virus.
Gambar 1 Struktur virus HIV.
Struktur HIV sangat berbeda dari jenis retrovirus lainnya yaitu berbentuk spherical dengan diameter sekitar 120 nm lebih kecil dari sel darah merah. Virion mengandung positive-sense single-stranded RNA yang mengkode sembilan gen virus yang terkandung dalam sekitar 2000 buah kapsid protein yaitu p24. Single-stranded RNA (ssRNA) tersusun rapat berikatan pada protein nucleocapsid, p7, dan enzim yang dibutuhkan untuk perkembangan virion seperti halnya reverse transcriptase (RT), protease, ribonuclease, integrase. Matrix virus mengandung viral protein yaitu p17 yang mengelilingi kapsid untuk memastikan proses integrity dari virion. Bagian dari envelope virus terdiri dari lipid bilayer yang diambil dari membran sel host ketika virus mengalami pertunasan. Envelop virus disebut juga sebagai glycoprotein (gp) 120 dan juga mengandung tiga molekul gp41 yang mengaitkan struktur gp ke envelop. Protein envelope dikode oleh HIV env gene, yang memungkinkan virus untuk menempel pada sel target dan melakukan fusi pada membran serta melepaskan material virus ke dalam sel untuk menginisiasi infeksi dalam sel. Envelop pada HIV dapat digunakan sebagai target netralisasi antibodi, dan berbagai macam penelitian tentang vaksin telah dilakukan termasuk menggunkan pendekatan in vivo, in vitro, maupun in silico, sehingga kita dapat melihat berbagai macam metode pengembangan vaksin HIV (Gambar 2).
Gambar 2. Metode pengembangan vaksin HIV dari masa ke masa.
Genom RNA terdiri atas sekitar tujuh structural landmarks dan sembilan gen (gag, pol, dan env, tat, rev, nef, vif, vpr, vpu dan lain-lain) mengkode sembilan belas protein. Tiga dari gen tersebut yaitu gag, pol, dan env mengandung informasi yang dibutuhkan untuk membuat struktur protein dalam virus baru. Seperti contohnya, env mengkode protein yang disebut dengan gp160 yang dipotong oleh protease untuk membentuk gp120 dan gp41. Enam gen yang tersisa yaitu tat, rev, vif, nef, dan vpu merupakan regulatory genes untuk protein yang mengontrol kemampuan HIV menginfeksi sel, memproduksi virus baru (replikasi), atau menimbulkan penyakit. Dua protein Tat (p16 dan p14) merupakan transcriptional transactivators pada LTR promoter yang bekerja pada pengikatan elemen TAR RNA. TAR mungkin juga diproses menjadi microRNAs yang meregulasi gen apoptosis ERCC1 dan IER3. Protein Rev (p19) terlibat dalam shuttling RNAs dari nukleus dan sitoplasma oleh ikatan pada elemen RRE RNA. Protein Vpr (p23) mencegah aksi dari APOBECG3G (protein seluler deaminates Cytidine ke Uridine dalam ssDNA dan dipengaruhi oleh reverse transcriptase). Protein Vpr (p14) menyebabkan pembelahan sel memasuki tahap G2/M. Protein Nef (p27) menurunkan regulasi CD4 sehingga mempengaruhi penurunan juga terhadap representasi molekul MHC-1 dan MHC-2. Nef juga berinteraksi dengan SH3 domains. Protein Vpu (p16) terlibat dalam pelepasan virus baru dari sel yang telah terinfeksi. Bagian akhir dari strain RNA HIV mengandung sekuens RNA yang disebut long terminal repeat (LTR). Daerah dalam LTR berperan sebagai kontrol produksi virus baru dan dapat dipicu oleh protein yang berada dalam HIV atau sel host.
Salah satu obat untuk mencegah infeksi HIV yaitu maraviroc (Gambar 3), obat ini bekerja dan bersifat sebagai antagonis terhadap reseptor CCR5, serta tergolong dalam kelas obat entry inhibitor. Maraviroc bersifat negatif allosteric modulator pada reseptor CCR5, yang ditemukan pada bagian permukaan sel manusia. Kemokin reseptor CCR5 merupakan co-receptor pada kebanyakan strain HIV dan berperan penting dalam viral entry. Obat berikatan pada CCR5, kemudian menghambat protein gp120 HIV untuk berasosiasi dengan reseptor tersebut. Hal tersebut menjadikan virus HIV tidak dapat masuk ke dalam sel T. Sebenarnya masih banyak lagi obat untuk HIV yang telah ditemukan, mungkin di artikel selanjutnya kami akan menjelaskan lebih detail.
Gambar 3. Struktur 3D Maraviroc
Tanya-tanya? DM ke IG @violthebiologist
Penulis
Viol Dhea Kharisma, S.Si., M.Si
(Content Creator & Peneliti Biologi)
Follow Instagram @violthebiologist
Follow Facebook Viol The Biologist
Follow TikTok @violthescientist
Bahan Bacaan:
Hassan, M.N. 2013. Pathogenesis of HIV Infection. J. Infect. Dis Rep. 6; 5(Suppl 1): e6.
Muni, R., R. Venkataraghavan, S. Anshul, S. Nancy, & A. Sandeep. 2015. HIV Vaccine: Recent Advances, Current Roadblocks, and Future Direction. J. Immunol. Res. Article ID 560347, 9 pages http://dx.doi.org/10.1155/2015/560347
Posting Komentar